PENGUMPULAN DATA
PENGUMPULAN DATA
Metode
pengumpulan data dalam penelitian kualitatif sangat beragam dan disesuaikan
dengan masalah, tujuan, sifat obyek penelitian. Secara garis besar, sumber data
dapat diperoleh melalui observasi, wawancara, Focus Group Discussion (FGD),
analisis dokumen, studi kasus, personal
diary, life story, koran, poster,
foto, artistic works, dan sebagainya.
Keberagaman metode pengumpulan data dalam penelitian kualitatif ini memberikan
kemungkinan-kemungkinan yang baik bagi peneliti untuk menyesuaikan
metode-metode yang ada dengan situasi dan responden yang ingin diteliti. Untuk
itu, para penelti diharapkan mampu untuk mempertimbangkan metode pengumpulan data
macam apa yang hendak digunakan utuk memperoleh informasi-informasi atau
data-data yang akurat dan valid. Meskipun pendekatan-pendekatan pada
pengumpulan data dalam penelitian kualitatif secara kontinyu semakin meluas,
namun terdapat 4 tipe yang pokok dalam mengumpulkan informasi yaitu, melalui wawancara,
observasi, dokumentasi, dan FGD.
Interview (Wawancara)
Wawancara
adalah percakapan dan tanya jawab yang diarahkan untuk mencapai tujuan tertentu
(Poerwandari, 1998).
Wawancara dilakukan dengan tujuan untuk memperoleh pengetahuan tentang
makna-makna subjektif yang dipahami individu berkaitan dengan topik yang
diteliti, dan bermaksud melakukan eksplorasi terhadap isu tersebut, suatu hal
yang tidak bisa dilakukan melalui pendekatan lain. Untuk memperoleh data
kualitatif melalui metode wawancara, kita dapat membedakan tiga pendekatan
(variasi) dalam pendekatan wawancara (Poerwandari, 1998),
yaitu:
1. Wawancara
konversasional informal
Yakni proses wawancara yang didasarkan
sepenuhnya pada berkembangnya pertanyaan-pertanyaan secara spontan dalam
interaksi alamiah. Tipe wawancara ini umumnya dilakukan dalam observasi
partisipatif. Dalam situasi demikian, orang-orang yang diajak berbicara mungkin
tidak menyadari bahwa ia sedang diwawancarai.
2. Wawancara
dengan pedoman umum
Dalam tipe ini, peneliti dilengkapi pedoman
wawancara yang bersifat umum, tanpa ditentukan urutan pertanyaan, bahkan
mungkin tanpa bentuk pertanyaan eksplisit. Pedoman wawancara hanya dipakai
sebagai panduan wawancara saja.
3. Wawancara
dengan pedoman terstandar terbuka
Dalam
bentuk ini, pedoman wawancara ditulis secara rinci, lengkap dengan set
pertanyaan dan berurutan, serta dengan cara yang sama pada responden-responden
yang berbeda
Jenis-jenis wawancara
Sebelum
melakukan wawancara terhadap respnden, perlu dimengerti beberapa jenis
wawancara yang bisa dilakukan, sehingga wawancara yang dilakukan sesuai dengan
tujuan peneltian. Adapun jenis wawancara menurut Forrester adalah:
1. Wawancara
terstruktur/terkontrol penuh
Wawancara jenis ini berupaya menggali informasi
dari responden dengan panduan pertanyaan yang terstandar dan tersusun sesuai
dengan urutan. Jenis ini biasa dipakai dalam sampel survey yang besar, dan
biasanya tidak dipakai dalam penelitian kualitatif.
2. Wawancara
semi terstruktur
Wawancara jenis ini diawali dengan persiapan
peneliti dalam membuat pertanyaan, namun pertanyaan-pertanyaan tersebut terbuka
terhadap pernyataan-pernyataan tak terduga dari responden. Sehingga peneliti
perlu luwes dalam mewawancarai responden
3. Wawancara
tidak terstruktur/terkontrol
Wawancara jenis ini hampir sama dengan
wawancara semi terstruktur dan sering juga dipakai oleh peneliti kualitatif,
namun perbedaannya terletak pada persiapan pertanyaan sebelum melakukan
wawancara. Jenis wawancara ini memungkinkan peneliti untuk menggali informasi
secara lebih alami.
Dalam
metode pengumpulan data melalui wawancara, seorang peneliti harus memperhatikan
apa yang menjadi isi wawancara yang akan dilakukan selama penelitian. Patton (Poerwandari,
1998) menyebutkan beberapa isi dari wawancara,
yaitu:
1. Pertanyaan-pertanyaan
tentang apa yang dilakukan atau biasa dilakukan mengacu pada pertanyaan tentang
tingkah laku
2. Pertanyaan-pertanyaan
yang terkait dengan proses pemahaman dan interpretasi responden.
3. Pertanyaan
tentang perasaan dimaksudkan untuk memperoleh pemahaman tentang aspek afektif
dalam diri responden, misalnya tentang respons-respons emosional responden
terhadap pengalaman dan pemikiran-pemikiran mereka
Seorang
peneliti dalam melakukan penelitian yang menggunakan metode pengumpulan data
melalui wawancara diharapkan mampu menyusun pertanyaan dengan baik. Smith (Poerwandari,
1998) menguraikan beberapa aspek yang perlu
diperhatikan dalam menyusun pertanyaan, yaitu:
1. Pertanyaan
harus bersifat netral, tidak diwarnai nilai-nilai tertentu dan tidak
mengarahkan
2. Peneliti
perlu menghindari penggunaan istilah-istilah yang canggih, resmi, ataupun
tinggi, terlebih dalam mewawancarai individu yang bukan berasal dari kalangan
ilmiah atau professional. Akan jauh lebih efektif apabila menggunakan bahasa
sederhana sehari-hari yang mudah dimengerti. Hal ini justru bisa meningkatkan rapport (hubungan baik)
3. Peneliti
perlu menggunakan pertanyaan terbuka, bukan pertanyaan tertutup. Pertanyaan
terbuka akan mendorong responden bercerita lebih banyak. Disarankan bagi
peneliti untuk memulai dengan pertanyaan-pertanyaan umum, makin lama makin
khusus
Mempersiapkan diri dan keterampilan
wawancara
Peneliti perlu mempersiapkan diri agar ia dapat melaksanakan
wawancara secara efektif. Peneliti juga harus memiliki pengetahuan yang memadai
mengenai isu yang dibahas, serta mengembangkan keterampilan dan keluwesan
menghadapi konteks wawancara. Sebelum meneliti, peneliti harus memberikan inform concern yakni penjelasan mengenai apa yang akan dilakukan atau
tujuan penelitian. Patton (Poerwandari, 1998)
mengatakan bahwa dalam pengambilan data, peneliti perlu menjalin rapport (hubungan baik) dengan
responden, sekaligus menjaga netralitas data. Pengembangan empati dan
netralitas dibangun bersamaan. Peneliti perlu membangun sikap peka dalam
melihat reaksi responden. Apakah responden santai, antusias, khawatir, marah,
tersinggung, atau bosan, peneliti harus bisa memonitor reaksi responden.
Kemudian peneliti diharapkan mamu mengambil langkah-langkah yang tepat untuk
menanganinya.
Penting
untuk diingat bahwa wawancara harus berlangsung dalam suasana yang menyenangkan
dan dirasa aman oleh responden. Kemudian pertanyaan perlu diformulasikan secara
jelas, sederhana, singkat, dan tidak ambigu. Banyak peneliti kualitatif
menyarankan untuk menghindari pertanyaan: “Mengapa?”. Dengan pertanyaan ini,
responden merasa didesak, dievaluasi, dan tidak dihargai privasinya. Lebih baik
menggunakan pertanyaan: “Dapat dijelaskan lebih lanjut?” atau ”Lalu?”
Mewawancara secara kreatif
Patton (Poerwandari,
1998) mengatakan bahwa kreativitas menjadi satu
unsur penting dalam penelitian kualitatif dan bisa dikembangkan menjadi suatu
sikap keterbukaan terhadap berbagai kemungkinan pendekatan dalam pengumpulan
data. Keterbukaan ini termasuk tidak memaksakan cara, kebiasaan, atau tradisi
tertentu untuk diterapkan pada suatu fenomena
Hal-hal praktis yang perlu
mendapat perhatian (Poerwandari, 1998)
Dalam
melakukan wawancara, peneliti/pewawancara sedapat mungkin merekam dan membuat
transkripsinya secara verbatim (kata demi kata). Disamping itu, dalam melakukan
wawancara, peneliti hendaknya memperhatikan hal-hal berikut:
1.
Peralatan
a. gunakan mike apabila memungkinkan
b. periksa
baterai
c. perekam
dalam kondisi baik
d. kaset
ekstra sebagai cadangan
2.
Sebelum
wawancara
a. memilih tempat yang tenang
b. Mikrofon
ditempatkan dekat dengan responden
c. System
perekaman dicek terlebih dahulu
3.
Selama
wawancara
a. Berbicaralah
dengan jelas dan tidak terburu-buru
b. Responden
diminta berbicara dengan jelas
c. Pembicaraan
yang tidak relevan tidak perlu direkam
d. Di akhir
wawancara, peneliti mengatakan: “ini akhir wawancara dengan….”
Observation (Observasi)
Creswell (2010) menyebutkan bahwa observasi kualitatif
merupakan observasi yang di dalamnya peneliti langsung turun ke lapangan untuk
mengamati perilaku dan aktivitas individu-individu di lokasi penelitian. Dalam
pengamatan ini, peneliti merekam atau mencatat, baik dengan cara terstruktur
maupun semi-terstruktur (misalnya dengan mengajukan sejumlah pertanyaan yang
hendak diketahui oleh peneliti), aktivitas-aktivitas di lokasi penelitian. Para
peneliti juga dapat terlibat dalam peran-peran yang beragam, mulai dari sebagai
non-partisipan sampai dengan sebagai partisipan utuh.
Observasi dapat diartikan sebagai tindakan “melihat”
dan “memperhatikan”. Istilah ini diarahkan pada kegiatan memperhatikan secara
akurat, mencatat fenomena yang muncul, dan mempertimbangkan hubungan antar
aspek dalam fenomena tersebut (Poerwandari, 1998). Observasi terkadang dianggap
sebagai metode yang kurang ilmiah karena kedekatannya dengan suasana kehidupan
sehari-sehari. Seperti yang dijelaskan Patton (Poerwandari, 1998) bahwa
persepsi selektif pada manusia menyebabkan munculnya keragu-raguan terhadap
validitas dan reliabilitas observasi sebagai suatu metode pengumpulan data yang
ilmiah.
Untuk menanggapi keragu-raguan
mengenai validitas dari metode observasi, Patto (Poerwandari, 1998) menyebutkan
bahwa kejadian tersebut terjadi pada kebanyakan orang awam yang memang tidak
terlatih untuk dapat disebut sebagai peneliti yang baik. Disamping itu, Patto
juga menekankan bahwa observasi merupakan metode pengumpulan data esensial dalm
penelitian terkhusus penelitian kualitatif. Oleh karena itu, Patto menekankan
suapaya seorang peneliti belajar mengadakan observasi. Peneliti diharapkan
memiliki kemampuan untuk menuliskan hasil observasi secara deskriptif, dan
mengembangkan kedisplinan mencatat kejadian lapangan secara lengkap dan detail
(Poerwandari, 1998).
Sebagai salah satu metode yang
digunakan dalam pengumpulan data, observasi memiliki tujuan untuk
mendekripsikan setting yang dipelajari, aktivitas-aktivitas yang berlangsung,
orang-orang yang terlibat dalam aktivitas, dan makna kejadian dari perspektif mereka
yang terlibat dalam kejadian yang diamati tersebut. Data-data sebagai hasil
dari observasi menjadi data penting untuk sebuah penelitian. Patto (Poerwandari,
1998) mengatakan bahwa hasil observasi adalah data yang penting karena seorang
peneliti akan mendapatkan pemahaman yang lebih baik mengenai konteks yang akan
diteliti. Melalui observasi, seorang peneliti dimungkinkan untuk bersikap
terbuka, berorientasi pada penemuan daripada pembuktian, dan mempertahankan
pilihan untuk mendekati masalah secara induktif.
Disamping seorang peneliti berada
dalam situasi lapangan yang nyata, peneliti juga terlibat dalam konteks
kehidupan yang ada di lapangan. Para peneliti yang sepenuhnya terlibat dalam
konteks yang ada, seringkali mengalami kesulitan merefleksikan pemikiran mereka
tetang pengalamannya. Melalui observasi, peneliti dimungkinkan untuk memperoleh
data-data yang kurang jelas dalam wawancara, memungkinkan peneliti berefleksi
dan bersikap intropeksi terhadap penelitian yang dilakukannya.
Dalam melaporkan hasil observasi,
seorang peneliti harus mengingat bahwa hasil observasi harus dilaporkan secara
deskriptif dan bukan interpretatif. Deskripsi harus sedemikian detil dan ditulis
sedemikian rupa untuk memungkinkan pembaca memvisualisasikan setting yang
diamati (Poerwandari, 1998). Disamping itu, dengan uraian yang deskriptif dan
sekaligus informatif, pengamat/peneliti meminimalis bias. Dalam melakukan
observasi, seorang pengamat dapat berpartisipasi aktif atau menjadi pengamat
pasif. Untuk pengamat yang aktif, akan menggunakan strategi yang berbeda dengan
pengamat yang pasiif. Misalnya pengamat aktif akan menggunakan strategi
pendekatan lapangan yang beragam: secara simultan mengkombinasikan analisi
dokumen, mewawancarai responden dan informan, berpartisipasi langsung, dan
melakukan intropeksi (Poerwandari, 1998).
Dalam observasi terdapat beberapa variasi yang dapat
dipertimbangkan oleh peneliti. Patton (Poerwandari, 1998) menjelaskan berbagai
alternatif cakupan dalam pendekatan observasi yang perlu dipertimbangkan dengan
baik. Seorang pengamat dapat berpartisipasi aktif dalam setting yang diamati atau menjadi pengamat yang pasif. Dalam
melakukan observasi, seorang peneliti/pengamat dapat melakukan observasi secara
terbuka dan secara tertutup (terselubung). Namun, seorang peneliti/pengamat
perlu memperhatikan kode etik dari suatu observasi mengenai hal ini. Berkenaan
dengan fokus fokus observasi, Banister dkk. (Poerwandari, 1998) menyebutkan
beberapa variasi pendekatan yang perlu dipertimbangkan lebih jauh, yaitu:
1. Variasi
dalam struktur observasi: dapat bervariasi mulai dari observasi yang dilakukan
secara sangat terstruktur dan mendeteil sampai pada observasi yang tidak
terstruktur.
2. Variasi
dalam fokus observasi: apakah observasi berkonsentrasi pada aspek-aspek
tertentu saja atau diarahkan secara luas pada berbagai aspek yang dianggap
relevan?
3. Variasi
dalam metode dan sarana yang digunakan untuk observasi: mulai dari tulisan
tangan, penggunaan komputer, penggunaan lembar pengecek, stopwatch, atau alat-alat yang lebih canggih seperti alat perekam.
4. Pemberian
umpan balik: apakah perlu memberikan umpan balik kepada obyek yang diamati dan
bagaimana memberikan umpan balik tersebut?
Dalam melakukan observasi, seorang
peneliti atau pengamat akan menyususn catatan lapangan. Catatan lapangan ini
berisikan deskripsi mengenai hal-hal yang diamati dan yang dianggap penting
oleh pengamat. Dalam catatan lapangan ini harus menampilkan keterangan waktu
yang lengkap. Untuk itu, diperlukan kedisplinan dari pengamat dalam melakukan
pencatatan secara kontinyu. Catatan lapangan dapat dilakukan secara langsung
pada saat melakukan observasi di lapangan atau sesegera mungkin setelah
meninggalkan tempat observasi. Catatan lapangan harus deskriptif, menggambarkan
situasi lapangan, menyertakan informasi-informasi yang diobservasi. Bila
memungkinkan, catatan lapangan juga perlu memuat kutipan-kutipan langsung yang
disampaikan oleh obyek yang diamati selama proses observasi dan wawancara
berlangsung. Patton (Poerwandari, 1998) menyebutkan bahwa catatan lapangan juga
berisikan perasaan-perasaan peneliti, reaksi terhadap pengalaman yang dilalui,
dan refleksi pengamat atas apa yang telah diamati.
Banister dkk. (Poerwandari, 1998) menyebutkan
beberapa hal yang perlu diperhatikan seorang pengamat pada saat membuat catatan
observasi, yaitu deskripsi konteks dan karakteristik obyek yang diamati,
deskripsi mengenai siapa yang melakukan observasi, deskripsi mengenai perilaku
yang ditampilkan oleh obyek yang diamati, interpretasi sementara terhadap
kejadian yang diamati (harus dipisahkan dari catatan deskriptif), pertimbangan
mengenai alternatif interpretasi lain, serta eksplorasi perasaan dan
penghayatan peneliti terhadap kejadian yang diamati.
Kelebihan dan
kelemahan observasi
Creswell (2010) menyebutkan beberapa
kelebihan dan kelemahan dari metode pengumpulan data melalui observasi, yaitu:
1. Kelebihan:
a. Peneliti
mendapatkan pengalaman langsung dari partisipan
b. Peneliti
dapat melakukan perekaman ketika ada informasi yang muncul
c. Aspek-aspek
yang tidak biasa, ganjil, atau aneh bisa dideteksi selama observasi
d. Opsi
terakhir penting jika peneliti tengah mengeksplorasi topik-topik yang mungkin
kurang menyenangkan bagi para partisipan untuk dibahas
2. Kelemahan:
a. Peneliti
bisa saja tampak sebagai pengganggu
b. Peneliti
sangat mungkin tidak dapat melaporkan hasil observasi yang bersifat private
c. Peneliti
dianggap tidak memiliki skill observasi yang baik
d. Sejumlah
partisipan tertentu (seperti siswa) seringkali hanya mendatangkan masalah
selama proses penelitian
Dokumentasi
Sejumlah
besar fakta dan data tersimpan dalam bahan yang berbentuk dokumentasi. Sebagian
besar data yang tersedia adalah berbentuk surat-surat, catatan harian,
cenderamata, laporan, artefak, foto, dan sebagainya. Sifat utama data ini tidak
terbatas pada ruang dan waktu sehingga memberi peluang kepada peneliti untuk
mengetahui hal-hal yang pernah terjadi pada masa lampau. Creswell
(2010) menyebutkan bahwa dalam dokumentasi seorang peneliti diharapkan
mendokumentasi buku harian selama penelitian berlangsung, meminta buku harian
atau diary dari partisipan selama penelitian, mengumpulkan surat pribadi dari
partisipan, menganalisis dokumen publik (seperti memo resmi, catatan-catatan
resmi, atau arsip-arsip lainnya), menganalisis autobiografi atau biografi,
meminta foto partisipan atau merekam suara mereka dengan videotape, audit-audit, dan rekaman medis.
Media data
Radio, TV dan media cetak dapat dijadikan sebagai
sumber data karena media tersebut menyajikan informasi-informasi yang terjadi
secara “alami” (informasi/data bukan buatan peneliti) dan juga gaya komunikasi
dan formatnya berbeda dari percakapan sehari-hari.
Internet data
Murray (Forrester, 2010) menyebutkan pengumpulan data
melalui internet, peneliti dapat melakukan analisa terhadap wawancara melalui
email, melakukan FGD secara online,
dan wawancara tatap muka. O’Dell dan Brownlow serta Robinshon (Forrester, 2010)
menambahkan bahwa internet juga dapat digunakan untuk chatting, forum diskusi dan melihat atau membaca posting yang terdapat di blog.
Data
visual
Data visual merupakan data yang bisa
‘dibaca’ dan diinterpretasi oleh peneliti. Visual data dapat berupa foto,
lukisan, gambar, text book, mural, graffiti, dan rekaman video. Visual data dapat diperoleh oleh
peneliti itu sendiri atau melalui responden. Temple & McVitte (Forrester,
2010) menyebutkan tiga jenis visual data, yaitu: pertama, data awal/kasar;
kedua, data yang dikumpulkan untuk penelitian yang muncul diakhir penelitian
(misalnya data observasi atau ujuk kerja); ketiga, data yang dibuat untuk
penelitian. Penting diketahui bahwa banyak peneliti menggabungkan berbagai
bentuk pengumpulan data yang diambil dari analisis materi visual dan tekstual
(Forrester, 2010).
Focus Group Discussion (FGD)
Focus Group Discussion (FGD) merupakan salah satu cara
atau teknik pengumpulan data dalam penelitian kualitatif. Kelompok diskusi ini
terdiri dari beberapa orang yang dimoderatori untuk melakukan diskusi secara
informal mengenai topic tertentu (Smith; 2006).
Sedangkan menurut David (2007) FGD adalah kelompok diskusi yang
melibatkan 8-12 individu yang membahas topik tertentu dibawah arahan moderator
yang mempromosikan interaksi dan menjamin bahwa diskusi tetap pada topik yang
menarik. Metode ini digunakan apabila peneliti merasa perlu
untuk mendapatkan wawasan baru atau informasi tambahan tentang penelitiannya, tujuannya adalah
mendapatkan keterangan lebih lanjut atau persepsi atau pendapat atau sikap
subjek terhadap topik penelitian (sumber tunggal), mengumpulkan data untuk
kepentingan survey (eksplorasi), untuk menjelaskan hasil survey ( tindak
lanjut).
Terdapat miskonsepsi mengenai FGD dimana teknik ini dianggap
menghambat pengungkapan oleh anggota kelompok, namun pada kenyataanya cara ini
dianggap cukup efektif dalam mengungkap masalah atau isu ‘sensitif’ dan
biasanya kelompok memungkinkan individu untuk terbuka (Smith, 2006)
Diskusi grup informal ini biasanya dilakukan
berdasarkan runutan pertanyaan dari peneliti, dan biasanya peneliti sendirilah
yang berperan sebagai moderator grup diskusi tersebut. Tugas peneliti/moderator
selama diskusi yakni; mengajukan pertanyaan, menjaga agar diskusi tetap mengalir,
dan mendorong peserta untuk terlibat secara penuh. Walaupun focus group terkait
dengan ‘wawancara kelompok’, namun moderator tidak menanyai peserta secara
bergantian. Peneliti justru memfasilitasi peserta serta mendorong mereka untuk
berinteraksi satu sama lain. Menurut Morgan (Smith, 2006), interaksi inilah
yang menjadi inti dari penelitian focus group, yang membuat teknik ini berbeda
dari wawancara orang per orang.
Kelebihan dan Kelemahan
FGD
a. Kelebihan
-
Prosedur sosial yang
berorientasi penelitian
-
Formatnya yang fleksibel
memungkinkan moderator untuk mengeksplore isu-isu yang tak terduga yang muncul
pada saat diskusi.
-
Memerlukan biaya yang
relatif murah
-
Hasilnya relatif cepat
-
Waktu relatif
singkat/efektif dibanding wawancara struktur, karena meningkatkan ukuran sampel
dalam waktu yang tidak lama.
b. Kelemahan
- Data yang diperoleh lebih
susah dianalisis
- Butuh moderator atau
pewawancara yang terlatih, karena jika tidak terlatih tidak dapat menggali
lebih lanjut informasi yang didapat.
- Variasai dalam kelompok
sangat tinggi
- Anggota kelompok susah
berkumpul
- Diskusi harus dilakukan
dalam situasi dan kondisi yang kondusif untuk melakukan percakapan
- Apa yang dikatakan
peserta bukan yang mereka lakukan atau pikirkan tetapi hasilbelajardari
peserta sebelumnya
- Satu atau dua orang dapat
mendominasi menciptakan pandangan yang mempengaruhi pendapat keseluruhan
peserta.
Creswell,
John W. (2009). Research Design,
California: SAGE Publication
Poerwandari, E.
Kristi (1998). Pendekatan Kualitatif
dalam Penelitian Psikologi, Jakarta: LPSP3, UI
Michael A.
Forrester (2010). Doing Qualitative
Research in Psychology-A Pratical Guade, Singapore: SAGE
Smith, Jonathan A.
(2006). Qualitative Psychology,
London: SAGE Publication
Comments
Post a Comment