Metakognisi

Metakognisi

Metakognisi adalah kognisi tentang kognisi. Istilah metakognitif berarti pengetahuan tentang pembelajaran diri sendiri (Mc Cormick dalam Slavin, 2011). Metakognisi mengacu pada pengontrolan kesadaran yang disengaja pada aktivitas kognitif (Brown dalam Schunk, 2012). Kemampuan berpikir dan kemampuan studi di sekolah adalah kemampuan metakognitif (metacognitive skill). Metakognisi digunakan untuk memonitoring dan mengatur proses kognisi yaitu: penalaran, pemahaman, pemecahan masalah, pembelajaran. Siswa dapat diajarkan strategi menilai pemahaman mereka sendiri, dengan mencari tahu berapa banyak waktu yang mereka butuhkan untuk mempelajari sesuatu dan memilih rencana tindakan yang efektif untuk belajar atau mengerjakan soal (Mc Cormick dalam Slavin, 2011).
Metakognisi (metacognition) merupakan suatu istilah yang diperkenalkan oleh Flavell pada tahun 1976. Menurut Flavell, sebagaimana dikutip oleh Livingston (1997), metakognisi terdiri dari pengetahuan metakognitif (metacognitive knowledge) dan pengalaman atau regulasi metakognitif (metacognitive experiences or regulation). Pengetahuan metakognitif menunjuk pada diperolehnya pengetahuan tentang proses-proses kognitif, pengetahuan yang dapat dipakai untuk mengontrol proses kognitif. Sedangkan pengalaman metakognitif adalah proses-proses yang dapat diterapkan untuk mengontrol aktivitas-aktivitas kognitif dan mencapai tujuan-tujuan kognitif.
Metakognisi terdiri dari dua rangkaian kemampuan yang berhubungan. Pertama, orang-orang harus paham kemampuan, strategi, dan sumber apa yang dibutuhkan dalam sebuah tugas. Yang termasuk dengan jenis ini adalah menemukan ide pokok, melatih informasi, membentuk asosiasi atau gambaran, menggunakan teknik mengingat, mengorganisir materi, mencatat dan menggarisbawahi, dan menggunakan teknik uji coba. Kedua, orang harus tahu bagaimana dan kapan menggunakan kemampuan-kemampuan dan strategi tersebut untuk memastikan agar tugas bisa diselesaikan dengan sempurna. Aktivitas pengecekan ini mencakup pengecekan tingkat pemahaman, memprediksi hasil, mengevaluasi keefektifan usaha, merencanakan kegiatan, memutuskan bagaimana mengatur waktu, dan merevisi atau mengganti dengan kegiatan lain untuk mengatasi kesulitan (Baker & Brown dalam Schunk, 2012).
Kedua komponen metakognisi, yaitu pengetahuan metakognitif dan regulasi metakognitif, masing-masing memiliki sub komponen-sub komponen sebagaimana disebutkan berikut ini:

a.    Pengetahuan tentang kognisi (knowledge about cognition)
Pengetahuan metakognitif terdiri dari sub kemampuan-sub kemampuan sebagai berikut:
1.) Declarative knowledge
2.) procedural knowledge
3.) conditional knowledge

b.    Regulasi tentang kognisi (regulation about cognition)
Regulasi metakognitif terdiri dari sub kemampuan-sub kemampuan sebagai berikut:
1.) Planning,
2.) Information management strategies,
3.) Comprehension monitoring,
4.) Debugging strategies, dan
5.) Evaluation.

Pengetahuan tentang kognisi adalah pengetahuan tentang hal-hal yang berhubungan dengan kognisinya, yang mencakup tiga sub komponen. Komponen pertama, declarative knowledge, yaitu pengetahuan tentang diri sendiri sebagai pembelajar serta strategi, keterampilan, dan sumber-sumber belajar yang dibutuhkannya untuk keperluan belajar. Komponen kedua, procedural knowledge, yaitu pengetahuan tentang bagaimana menggunakan apa saja yang telah diketahui dalam declarative knowledge tersebut dalam aktivitas belajarnya. Komponen ketiga, conditional knowledge, adalah pengetahuan tentang bilamana menggunakan suatu prosedur, keterampilan, atau strategi dan bilamana hal-hal tersebut tidak digunakan, mengapa suatu prosedur berlangsung dan dalam kondisi yang bagaimana berlangsungnya, dan mengapa suatu prosedur lebih baik dari pada prosedur-prosedur yang lain.
Regulasi kognisi terdari dari sub komponen-sub komponen sebagai berikut. Pertama, planning, adalah kemampuan merencanakan aktivitas belajarnya. Kedua, information management strategies, adalah kemampuan strategi mengelola informasi berkenaan dengan proses belajar yang dilakukan. Ketiga, comprehension monitoring, merupakan kemampuan dalam memonitor proses belajarnya dan hal-hal yang berhubungan dengan proses tersebut. Keempat, debugging strategies, adalah kemampuan strategi-strategi debugging yaitu strategi yang digunakan untuk membetulkan tindakan-tindakan yang salah dalam belajar. Kelima, evaluation, adalah kemampuan mengevaluasi efektivits strategi belajarnya, apakah ia akan mengubah strateginya, menyerah pada keadaan, atau mengakhiri kegiatan tersebut.
a.    Variabel-variabel yang Memengaruhi Metakognisi
Menurut Duel, Flavell & Wellman dalam Schunk, (2012) mengatakan bahwa kesadaran metakognisi dipengaruhi oleh veriabel-veriabel yang terkait dengan:
1.)   Variabel Pembelajaran
Menurut Alexander, Carr, & Schwanenflugel dalam Schunk (2012) mengatakan bahwa tingkat perkembangan siswa mempengaruhi metakognisi mereka. Anak yang berusia lebih tua memahami kemampuan mengingat mereka dan batasannya secara lebih baik dibandingkan anak kecil. Anak yang berusia 7 hingga 10 tahun lebih akurat dalam menilai kesiapan mereka untuk mengingat dibandingkan anak yang berusia 4 hingga 6 tahun.Anak yang lebih tua juga lebih sadar bahwa kemampuan memori mereka berbeda dari konteks ke konteks lainnya. Anak yang berusia sama menunjukkan variasi dalam kemampuan memori.
2.)   Variabel Tugas
Mengetahui kesulitan relatif dari bentuk pembelajaran yang berbeda dan menarik berbagai jenis informasi dari memori merupakan bagian dari kesadaran metakognisi. Anak yang lebih tua lebih meyakini bahwa cerita yang terorganisir lebih mudah diingat dibandingkan potongan-potongan informasi yang tidak terorganisir. Salah satu hal penting dalam cerita pembuka yaitu menggunakan lebih banyak tugas yang membutuhkan metakognisi, dengan penurunan kesesuaian dalam pelajaran level rendah yang bisa dicapai dengan mudah.
3.)   Variabel Strategi
Metakognisi tergantung pada strategi yang digunakan pembelajar. Anak-anak yang berusia 3 dan 4 tahun bisa menggunakan strategi memori untuk mengingat informasi, tetapi kemampuan mereka dalam menggunakan strategi bertambah seiring perkembangan. Anak yang berusia lebih tua mampu menerapkan lebih banyak cara yang membantu mereka untuk mengingat berbagai hal. Terlepas dari usia, anak-anak cenderung memikirkan hal-hal eksternal (misalnya membuat catatan) dibandingkan hal-hal internal (misalnya, memikirkan untuk melakukan sesuatu).

b.    Metakognisi dan Perilaku
Aktivitas metakognif meningkatkan prestasi, tetapifakta bahwa siswa sering kali tidak menggunakannya menimbulkan kebingungan bagi para pendidik. Siswa harus diajarkan sebuah aktivitas yang berkisar dari penerapan dalam pembelajaran secara umum misalnya menentukan tujuan pembelajaran, hingga aktivitas yang diterapkan dalam situasi tertentu misalnya, menggarisbawahi poin-poin penting dalam teks, dan mereka harus di dorong  untuk menggunakan strategi tersebut dalam berbagai konteks (Belmont dalam Schunk, 2012).

c.    Metakognisi dan Keterampilan Membaca
Metakognisi sesuai dengan membaca karena melibatkan pemahaman dan pengawasan pada tujuan dan strategi membaca. Pembaca yang terlatih tidak memperlakukan semua tugas secara sama. Mereka menentukan tujuan mereka, menemukan ide pokok, membaca detail, membaca cepat, mendapatkan inti sari dan sebagainya.Kemudian mereka menggunakan sebuah strategi yang mereka yakini untuk mencapai sasaran. Ketika kemampuan membaca telah berkembang baik, proses ini akan terjadi secara otomatis.


Daftar Pustaka

Gredler. M. E. Learning and Instuction. 2011. Jakarta: Kencana
Hergenhann,B. R., & Olson. M. H. Theories of Learning. 2012. Jakarta: Kencana
Livingstone, Jennifer A. Metacognition: An Overview. 1997 Tersedia pada: http://http://www.gse.buffalo.edu/fas/shuell/CEP564/Metacog.html.)
Schunk, Dale H. Learning Theories (Teori-teori Pembelajaran: Perspektif Pendidikan). 2012.         Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Slavin, Robert E. Psikologi Pendidikan Teori dan Praktik. 2011. Jakarta Barat: Indeks.


Comments

Popular Posts