PEMBELAJARAN OBSERVASIONAL (ALBERT BANDURA)
RIWAYAT HIDUP
Albert Bandura lahir pada 4 Desember 1925 di Mundare sebuah kota kecil di Alberta, Canada. Dia mendapat gelar B.A. di Universitas British Columbia, kemudiaan M. A. pada tahun 1951, dan Ph. D., pada tahun 1952 di Universitas Iowa (Hergenhann & Olson, 2010).Selama di Universitas Iowa, dia dipengaruhi oleh teori terkemuka dari Kenneth Spence yaitu Teori Belajar Hullian, tapi sebenarnya dia tertarik pada bidang psikologi klinis. Pada saat itu Bandura dipengaruhi juga dengan pemikiran Miller dan Dollard (1941) pada buku Social Learning and Immitation.Dalam buku itu dijelaskan mengenai perilaku sosial dan imitasi. Miller dan Dollard menjelaskan bahwa belajar imitasi sangat dominan dalam literatur-literatur psikologi dalam dua dekade.
LATAR BELAKANG PEMIKIRAN
Kepercayaan bahwa manusia belajar observasi dengan mengobservasi orang lain asal mulanya dikemukakan oleh Plato dan Aristoteles. Bagi mereka pendidikan merupakan hal yang sangat luas. Memilih model-model belajar yang terbaik bagi para pelajar sehingga kualitas model tersebut dapat diobservasi dan ditiru. Edward L. Thorndike adalah orang yang pertama mencoba meneliti mengenai belajar observasi secara eksperimental (Hergenhahn & Olson, 1997). Pada tahun 1988, Thorndike melakukan percobaan pada seekor kucing yang ditempatkan dalam sebuah kotak puzzle, sementara seekor kucing yang lain ditempatkan berdampingan dengan kotak tersebut. Dalam percobaan ini terlihat bahwa kucing yang ditempatkan pada kotak puzzle itu sudah bisa mempelajari bagaimana cara meloloskan diri, sementara kucing yang lain belajar atau mengobservasi kucing yang sudah bisa meloloskan diri. Setelah itu, Thorndike menempatkan kucing yang kedua di dalam kotak puzzle, ternyata kucing yang kedua ini tidak bertindak untuk meloloskan diri sebagaimana yang diharapkan seperti pada kucing yang pertama.
Eksperimen yang sama juga dilakukan oleh J. B. Watson pada tahun 1908 dengan menggunakan subjek monyet dan tidak menemukan apa-apa untuk belajar observasi. Kemudian baik antara Thorndike dan Watson menyimpulkan bahwa belajar hanya dapat diketahui dari pengalaman terarah dan tidak dari pengalaman yang diwakilkan. Dengan kata lain bahwa belajar tergantung pada hasil interaksi individu langsung dengan lingkungannya (Hergenhahn & Olson, 1997).
Penjelasan kedua dari Miller dan Dollard (Hergenhahn & Olson, 1997) bahwa mereka tidak menyangkal ketika suatu organisme bisa belajar mengobservasi organisme lain. Mereka mengatakan bahwa jika perilaku imitasi diperkuat, maka hasilnya akan sama dengan perilaku lainnya, dan dikatakan bahwa imitasi adalah kasus spesial yang menyangkut kondisi ekperimental. Miller dan Dollard (Hergenhahn & Olson, 1997) membagi tiga kategori perilaku imitasi yaitu:
- Same Behavior, yaitu perilaku yang terjadi ketika individu dengan individu lain merespon suatu kejadian yang sama dengan cara atau jalan yang sama pula. Contoh pada saat berhenti di lampu lalu lintas.
- Copying Behavior, yaitu perilaku yang terjadi karena adanya arahan dan panduan dari perilaku orang lain. Contohnya instruktur senam atau instruktur seni. Dengan adanya masukan-masukan dari instruktur, maka murid akanlebih kuat perilakunya untuk melakukan dan menyelesaikan.
- Matched-dependent behavior, yaitu dimana pengamat melihat situasi atau kejadian yang terjadi yang didalamnya terdapat suatu perilaku yang dilakukan secara berulang-ulang dan dipengaruhi adanya timbal balik dalam suatu kejadian. Contohnya adalah ketika anak kecil berlari ketika mendengar suara langkah kaki ayahnya yang berjalan mendekat memasuki rumah dan kemudian anak kecil itu diberi permen oleh ayahnya.
Miller dan Dollard (Hergenhahn & Olson, 1997) menekankan bahwa perilaku imitasi bisa menjadi suatu kebiasaan.
TEORI BANDURA
Observational Learning Bandura (Hergenhahn & Olson, 1997)
Dalam argumentasinya, Bandura menyebutkan bahwa belajar observasi atau mengamati dapat melibatkan atau tidak melibatkan sama sekali proses imitasi. Contoh ketika saat mengendarai kendaraan di jalanan dan melihat ada sebuah mobil menggilas lubang jalanan, dan berdasarkan pengamatan, individu berpikir untuk tidak menggilas atau menghindari lubang di jalan agar tidak merusak mobilnya. Dalam kasus ini individu belajar mengamati sesuatu, namun tidak meniru apa yang diamati. Hal ini menurut Bandura sebagai suatu informasi, dimana ada proses secara kognitif dan menganggap itu adalah hal yang menguntungkan.
Pembelajaran melalui observasi (observational learning) menurut Baron dan Byrne (2004) terjadi ketika individu mempelajari bentuk tingkah laku atau pemikiran baru hanya dengan mengobservasi tingkah laku orang lain. Dalam hal pembentukan sikap, pembelajaran melalui observasi memainkan peran yang sangat penting. Dalam banyak kesempatan, seorang anak seringkali belajar melakukan apa yang dilakukan oleh orang tua daripada apa yang orang tua katakan.
Teori belajar yang hampir sama konsepnya dengan Bandura adalah Teori Tollman. Walaupun Tolman adalah seorang behavior, tapi dia menggunakan konsep mental untuk menjelaskan fenomena perilaku dan Bandura pun melakukan hal yang sama. Tollman percaya bahwa belajar adalah suatu proses berlangsung secara konstan yang tidak memerlukan penguatan.
Percobaan Bandura pada belajar observasi dilakukan pada sebuah eksperimen pada anak-anak. Anak-anak disuruh melakukan pengamatan pada suatu film dimana modelnya adalah seseorang yang memperagakan kekerasan pada sebuah boneka. Dalam teori Bandura, model bisa jadi apa saja yang dapat menyampaikan suatu informasi, contohnya bisa jadi seseorang, film, televisi, pertunjukkan, gambar atau instruksi. Dalam percobaan ini film memperlihatkan model orang dewasa yang berperilaku agresif. Satu kelompok anak yang dipertontonkan pada penguatan objek agresivitas. Satu kelompok lain diperlihatkan film yang menunjukkan hukuman akibat perilaku agresif. Dan kelompok ketiga diperlihatkan film dimana modelnya tidak mendapatkan hukuman ataupun hadiah jika berlaku agresif. Kemudian semua anak dikumpulkan dan beri boneka dengan tujuan untuk mengukur tingkat agresifitasnya. Hasilnya adalah anak yang diperlihatkan dengan model kekerasan lebih agresif, anak yang diperlihatkan tentang konsekuensi bila melakukan kekerasan berlaku kurang agresif, dan anak yang diperlihatkan pada pengalaman model yang netral berada ditengah-tengah antara agresif dan tidak. Kesimpulannya adalah bahwa anak-anak dipengaruhi oleh pengalaman tidak langsung yang diwakili oleh orang lain atau dengan kata lain anak yang mengamati orang lain juga dapat mempengaruhi perilaku mereka.
Dalam pemikiran teori Bandura mengenai observational learning terdapat beberapa variabel yang mempengaruhi dalam observasi belajar (Hergenhahn & Olson, 1997), yaitu:
- Proses Perhatian. Sebelum sesuatu dapat dipelajari dari model, model itu harus diperhatikan. Bandura mengemukakan bahwa belajar adalah proses yang berkelanjutan dan apa yang diamati dapat dipelajari. Kapasitas seseorang dalam belajar dipengaruhi oleh sistem penginderaan yang berupa proses perhatian. Jadi akan sangat berbeda hasilnya jika seseorang memberikan contoh kepada orang lain yang mengalami bisu, tuli atau buta dengan orang lain yang normal. Perhatian pengamat dipengaruhi penguatan masa lalu, misalnya adalah aktivitas yang terjadi pada sebelumnya yang diperoleh melalui pengamatan telah terbukti terjadinya penguatan, sehingga bila ada perilaku atau kejadian yang sama maka perilaku yang muncul pun akan sama juga. Dengan kata lain, kejadian pada masa lalu mempengaruhi persepsi seseorang pada hal yang akan datang. Variasi karakteristik model juga berpengaruh terhadap tingkat perilaku yang akan dimunculkan.
- Proses Retensi. Informasi yang diperoleh berdasarkan pengamatan sangat berguna, maka dari itu dapat disimpan. Pendapat Bandura bahwa ada proses retensi dimana informasi disimpan secara simbolis dengan dua cara, yaitu dengan membayangkan dan juga bisa secara verbal. Membayangkan disimbolkan seperti melihat gambar sebagai model dari pengalaman yang bisa didapat kembali dan bisa digunakan walau informasi tersebut sudah lama terjadi. Bandura mengemukakan bahwa keuntungan dengan menggunakan simbol bisa memungkinkan manusia dapat belajar lebih banyak dari perilaku yang mereka amati.
- Proses Pembentukan Perilaku. Proses adanya perilaku ditentukan dengan tingkatan yang sudah dipelajari yang kemudian diterjemahkan dalam bentuk tindakan. Seseorang dapat mengamati monyet yang bergelantungan di pohon dengan ekornya, namun ia tidak dapat meniru perilaku itu dengan alasan tidak memiliki ekor. Dengan kata lain individu tersebut dapat belajar secara kognitif namun tidak bisa menterjemahkan informasi kedalam tindakan karena berbagai alasan. Bandura berpendapat bahwa dibutuhkan satu periode Reharseal (latihan repetisi) kognitif sebelum perilaku pengamat menyamai perilaku model.
- Proses Motivasi. Dalam teori Bandura, penguatan memiliki dua fungsi, yang pertama menciptakan suatu harapan pengamat jika suatu perilaku yang dilakukan oleh model yang dilihat mendapat penguatan untuk aktivitas tertentu, maka mereka juga akan berperilaku yang sama. Kedua adalah sebagai dorongan untuk belajar menterjamahkan tindakan atau perilaku. Fungsi dari penguatan adalah sebagai suatu informasi, yakni menciptakan harapan dan sebagai proses motivasi dimana informasi menyediakan motif bagi seseorang untuk menggunakan apa yang sudah dipelajari.
AKIBAT-AKIBAT MODELING DALAM PERILAKU
Ormrod (2004) menjelaskan beberapa akibat-akibat modeling dalam perilkau. Adapun akibat-akibat tersebut adalah sebagai berikut:
- Modeling mengajarkan perilaku-perilaku baru. Orang dapat mempelajari perilaku-perilaku baru melalui observasi terhadap tindakan orang lain, misalnya dengan mendengarkan dan mengimitasi suara-suara yang dibuat oleh orang lain, seseorang belajar berbicara kata-kata baru.
- Modeling mempengaruhi frekuensi munculnya perilaku-perilaku yang dipelajari sebelumnya. Orang lebih menunjukkan perilaku-perilaku yang mereka pelajari sebelumnya ketika mereka diberikan penguatan yang berbeda ketika perilaku itu mengakibatkan hukuman.
- Modeling dapat menguatkan perilaku-perilaku yang dilarang sebelumnya. Dalam beberapa situasi ketika orang melakukan observasi pada suatu model perilaku yang sebelumnya telah digambarkan sebagai perilaku yang dilarang atau salah, mereka lebih menunjukkan pengurangan perilaku tersebut.
- Modeling meningkatkan kemiripan perilaku. Ketika seseorang mengobservasi suatu model yang menunjukkan perilaku yang partikular, orang tersebut bisa menunjukkan kemiripan daripada perilaku yang identik. Misalnya, seorang anak lelaki yang melihat kakaknya baik dalam bermain basket, maka walaupun anak laki-laki tersebut memiliki tinggi badan yang tidak mencukupi akan tetapi dia tetap ingin menjadi seorang pemain yang hebat.
KARAKTERISTIK DARI MODELING YANG EFEKTIF
Individu akan mengobservasi individu lain (baik hidup ataupun simbolik) apabila terdapat satu atau beberapa karakteristik di dalamnya:
- Model harusnya seorang yang berkompeten. Perilaku seseorang akan diimitasi orang lain bila orang tersebut dipandang sebagai seseorang yang berkompeten atau individu yang memiliki kemampuan. Misalnya seseorang mencoba mempelajari bermain tenis akan cenderung mencontoh teknik-teknik dari pemain tenis yang sukses daripada seorang pemain yang sering kali kalah dalam pertandingan.
- Model memiliki prestige dan power. Individu-individu yang memiliki status yang tinggi, baik itu di dalam kelompok kecil maupun di dalam masyarakat akan lebih sering diobservasi sebagai model.
- The model behaves in stereotypical “gender-appropriate” ways. Laki-laki mencontoh perilaku yang konsisten dengan sterotipe laki-laki, begitu juga dengan perempuan.
- Perilaku-perilaku model relevan dengan situasi observer. Individu akan lebih suka mencontoh perilaku yang memiliki nilai dan fungsi yang sesuai dengan keadaan mereka.
SELF-EFFICACY
Self-efficacy atau efikasi diri adalah kepercayaan mengenai seberapa baiknya seseorang mampu melakukan suatu pekerjaan yang dikerjakannya (Omrod, 2004). Menurut teori kognitif, perasaan-perasaan orang atas efikasi diri mempengaruhi beberapa aspek perilaku mereka termasuk pilihan-pilihan aktivitas mereka, tujuan-tujuan mereka, usaha dan ketekunan mereka, pencapaian dan pembelajaran mereka.
- Choice of activities. Orang cenderung memilih pekerjaan atau aktivitas yang mereka dapat lakukan atau penuhi dan cenderung menghindari pekerjaan atau aktivitas yang mereka pikir mereka akan gagal bila melakukannya.
- Goals. Orang akan menetapkan tujuan-tujuan yang lebih tinggi ketika mereka memiliki efikasi diri yang tinggi.
- Effort dan persistence. Orang dengan rasa efikasi diri yang lebih tinggi akan berusaha menyelesaikan suatu pekerjaan; mereka juga tetap melakukan pekerjaan itu ketika mereka berhadapan dengan tantangan.
- Learning dan achievement. Para siswa yang memiliki efikasi diri yang tinggi cenderung belajar lebih dan lebih sukses dibandingkan dengan mereka yang memiliki efikasi diri yang rendah. Meskipun tingkat kemampuan aktual mereka sama.
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI EFIKASI DIRI INDIVIDU
- Kesuksesan dan kegagalan sebelumnya. Seseorang akan merasa lebih percaya diri apabila mereka sukses menyelesaikan tugas-tugas sebelumnya, keberhasilan menyelesaikan tugas tersebut akan membuat mereka akan memiliki efikasi diri yang kuat, demikian juga sebaliknya.
- Message from others. Efikasi diri seseorang akan meningkat apabila orang lain memberikan pujian atas performanya yang baik.
- Kesuksesan dan kegagalan-kegagalan orang lain. Orang seringkali mendapatkan informasi mengenai efikasi diri mereka melalui observasi kesuksesan dan kegagalan individu-individu lain, secara khusus semua yang memiliki kemiripan dengan diri mereka.
- Kesuksesan dan kegagalan dari kelompok (success and failures of group as a whole). Para siswa akan memiliki efikasi diri yang lebih tinggi ketika mereka bekerja di dalam suatu kelompok daripada mereka bekerja sendiri, khususnya ketika mereka memperoleh kesuksesan sebagai satu kelompok.
SELF-REGULATION
Bandura (dalam Hergenhahn & Olson, 1997) menyebutkan bahwa jika tindakan ditentukan hanya oleh imbalan (penghargaan) dan hukuman eksternal, maka orang akan berperilaku berdasarkan situasi yang ada, selalu berubah-ubah. Misalnya seseorang akan menjadi orang yang benar atau liberal ketika ia berada di lingkungan orang-orang yang liberal dan menjadi seorang yang otoriter ketika ia berada di lingkungan orang-orang yang otoriter. Bandura dan Kupers (dalam Hergenhahn & Olson, 1997) juga menekankan bahwa anak-anak yang dihadapkan pada model yang menetapkan standar tinggi, juga akan ikut menetapkan standar tinggi dalam bertindak, sebaliknya anak yang dihadapkan pada model yang memiiki standar minimum akan mengikuti standar minimum.
Disamping itu, Bandura juga menyimpulkan bahwa perilaku yang dihargai oleh dirinya sendiri cenderung dipertahankan lebih efektif dibandingkan jika perilaku itu diperkuat secara eksternal. Sayangnya, jika standar performa seorang individu terlalu tinggi, standar itu justru bisa menimbulkan tekanan atau ketegangan. Bandura menyebutkan bahwa perilaku manusia sebagian besar adalah self-regulated behavior (perilaku yang diatur sendiri).
UNSUR-UNSUR REGULASI DIRI
Dalam perspektif teori sosial kognitif, Bandura mengemukakan ada empat proses regulasi diri (Omrord, 2004), yaitu:
- Pengaturan standar dan tujuan. Pengaturan standar dan tujuan adalah suatu penetapan yang dilakukan seseorang dalam membuat dan memilih kriteria apa saja yang sesuai dengan kinerja dan nilai yang diperoleh dalam berperilaku. Berbagai macam jenis standar kinerja seseorang yang ditetapkan tergantung pada perilaku mereka masing-masing yang sesuai dengan nilai dan standar yang dipilih. Penelitian Bandura dan Kuper (Omrord, 2004) mengemukakan bahwa anak-anak cenderung menstimulus diri mereka sendiri dengan menggunakan standar dan tujuan yang sama dengan para model atau contoh yang telah mereka lihat sebelumnya.
- Observasi diri, yaitu seseorang melihat dirinya sendiri saat melakukan aksi. Untuk membuat progres dalam mencapai tujuan penting, seseorang harus memperhatikan keadaan dirinya sekarang, dengan kata lain bahwa mereka harus tahu bahwa bagian mana yang sudah mendukung kinerja mereka dengan baik dan bagian mana yang perlu ditingkatkan kualitasnya (Omrord, 2004).
- Penilaian terhadap diri sendiri. Perilaku manusia sering kali dinilai oleh orang lain. Contohnya dari keluarga, guru, teman sekelas, atau bahkan publik. Pada dasarnya, manusia mulai menilai dan mengevaluasi dirinya sendiri didasarkan pada standar tertentu yang sudah mereka pegang sendiri.
- Reaksi diri. Manusia akan meningkat regulasi dirinya ketika mereka mulai menstimulus dan mendapatkan respon yang baik dalam perilaku mereka, seperti merasa bangga jika sudah menyelesaikan suatu pekerjaan yang sulit, atau sudah mencapai tujuan mereka. Dan manusia juga menyalahkan diri mereka sendiri ketika mereka tidak berhasil atau tidak dapat mencapai suatu standar yang sudah mereka tetapkan. Menyalahkan diri sendiri seperti, merasa bersalah, malu, dan sebagainya.
MEMUNCULKAN PERILAKU REGULASI DIRI
Harus diperhatikan bahwa regulasi diri dapat dilaksanakan jika seseorang memiliki motivasi yang kuat dalam merubah perilaku mereka. Omrord (2004) mengemukakan ada beberapa teknik dalam memunculkan perilaku regulasi diri, antara lain:
- Instruksi diri. Instruksi diri merupakan salah satu strategi efektif yang yang berfungsi sebagai panduan perilaku. Pada penelitian lainnya diketahui bahwa teknik instruksi diri efektif diberikan pada murid dalam mengerjakan tugas, mengembangkan kemampuan sosial dan bisa sebagai rambu-rambu untuk tidak berperilaku agresif dan impulsif.
- Monitoring diri sendiri. Metode atau teknik lain yang membantu seseorang dalam mengontrol perilakunya adalah dengan cara memantau atau mengobservasi perilaku diri sendiri. Sama seperti perilaku yang diinginkan, sifat monitoring juga dapat menurunkan perilaku seseorang.
- Reinforcement diri sendiri. Seseorang biasanya dapat mengubah perilaku mereka dengan cara me-reinforce diri mereka sendiri terhadap hal-hal yang mereka inginkan dengan gaya masing-masing. Contohnya saat seseorang ingin bersantai, maka yang dilakukannya adalah dengan mengerjakan dan menyelesaikan seluruh pekerjaan yang ada, kemudian akhirnya bisa santai dan melakukan pekerjaan yang mereka inginkan. Contoh dalam kelas misalnya adalah dengan memberikan waktu yang longgar pada murid setelah mereka menyelesaikan tugas sekolah.
- Mengenakan stimulus control pada diri. Maksudnya adalah ketika seseorang ingin meningkatkan perilaku tertentu, maka seseorang harus mencari lingkungan yang mendukung terjadinya perilaku yang diharapkan. Misalnya seorang perokok berat yang ingin berusaha mengurangi kebiasaan merokok, maka ia harus mengurangi aktivitas-aktivitas yang cenderung membuatnya berperilaku merokok sehingga menghindari tempat-tempat yang mendukung aktivitas merokok.
REFERENSI
Armord J. E. (2004). Human Learning, Ed. IV, Upper Saddle River, NJ: Marril/Printice Hall
Hergenhahn, B. R. & Olson, Mathew H, (1997).An Introduction To Theories Of Learning, V, Prentice Hall, Inc., New Jersey
Robert A. Baron &Donn Byrne (2004). Psikologi Sosial, Jilid I, Ed. X, Erlangga
Comments
Post a Comment